Label

Kamis, 24 Januari 2019

CERPEN SAHABAT

jangan lupa ditulis..



SAHABAT TERIMAKASIH
“Morning… “ sapa sahabatku yang baru masuk kelas dan langsung duduk di samping ku. “pagi juga Debi” sahut ku sambil menoleh dan tersenyum lebar. “lagi ngapain sih ? kerjakan PR lagi!!” tanyanya ketus. “kalau udah tau jangan ditanya dong.. ” jawabku sambil menggodanya. “kebiasaan deh yaa !! PR itu pekerjaan rumah bukan di kerjakaan di sekolah. !!” jawabnya dengan nada tinggi sambil menjewer telingaku. “tau deh yang anak pinter” jawabku merendah sambil memegang telingaku yang kesakitan karna jewerannya. “bukan gitu.. iya deh maaf. Kalau ada PR lagi kita belajar bareng aja yaa…” jawabnya sambil memelukku dan dia pun membantu ku mengerjakan tugas. Iya kondisi ini sudah biasa terhadap kami berdua. Di sekolah kami di juluki duo DERA, Debi-Rara. Kami sangat berbeda 180 derajat. Debi.. sahabatku yang satu ini bisa di bilang anak terpintar di sekolah. Banyak piala yang udah dia sumbangkan ke sekolah karena prestasinya. Sedangkan aku, aku hanyalaah anak dengan otak pas-pasan tidak pernah membanggakan sekolah dan kerjaannya hanya jailin teman-teman aja.
Kriiinnngggg….. bel isstirahat berbunyi. “Ra.. kamu duluan aja ya ke kantin soalnya aku mau ke perpus dulu. Mau pre test buat persiapan cerdas cermat.” Kata Debi yang sibuk menyiapkan buku fisikanya. Tanpa jawaban aku hanya mengangguk menandakan iya. Dan Debi langsung pergi. Aku pun pergi ke kantin dan aku memesan dua  cemilan ringan dan pergi ke perpus untuk memberikannya kepada Deby. 
Brakkkk…. “aduh. Kalau jalan itu pakai kaki tapi matanya ngeliat dong jangan asal nabrak aja” jawabku  sambil berdiri dan marah dengan orang yang menabrak ku. “Sorry.. ” jawaban singkat. Dan ternyata dia adalah Andre cowok  cakep yang udah lama aku perhatikan. “oke no problem” jawabku tak mau kalah berbahasa Inggris. “Rara…’’ sapa debi dari pojok ruangan. “hai.. aku bawain makanan nih pasti laper kan” jawabku sambil berjalan mendekatinya. “Rara.. ini perpus. Kamu lupa di perpus tidak di izinkan membawa makanan” “maaf kami masih sibuk untuk persiapan lomba bisa tolong keluar” jawab Andre  yang langsung memotong pembicaraan Debi. Tanpa berbicara aku langsung pergi keluar aku marah dan rasanya kecewa. Aku merasa di usir oleh cowok yang aku taksir dan kenapa justru temanku yang mampu dekat dengannya. Debi dan Andre   adalah anak terpintar di sekolah. Dan ya beginilah kami.. aku sering  terbakar cemburu jika melihat mereka bersama.
“Rara, kamu kenapa ?” suara yang tak asing bagiku. “nggak papa kok Bi.. kenapa kesini kamu kan harus belajar buat lomba minggu depan” jawabku tersenyum sambil merangkulnya. Dia hanya diam dan tersenyum sambil sesekali menatapku dengan malu entah apa yang ada dipikirannya.  “kenapa sih senyum-senyum terus???” jawabku penasaran. “kamu suka sama Andre??” tanyanya balik. “kata siapa?? Nggak tuh.” Jawabku sambil memalingkan wajah karena aku takut wajahku ini merah merona akibat malu jika dia tau yang sebenarnya. “yakin??!! Ya udah deh buat aku aja ya Andrenya” jawabnya sambil menggodaku. “hhuufftt… iyayayaa.. tapi diam yaa… malu tau hehe” jawabku sambil  menutup mulutnya dan kami pun tertawa bersama.
Pelajaran di sekolah hari ini selesai dan seperti biasa aku pulang kerumah Debi, ya tiap malam minggu aku selalu nginap di rumahnya. Orang tua kami sudah saling kenal dan akrab. “eehhh ke kantin dulu yaa beli minuman biasa ” ajak ku padanya. “nggak !! ” jawabnya yang mengagetkanku. “ada apa sih akhir-akhir ini kamu selalu nggak mau minum yang bersoda” tanyaku padanya sambil memegang dada karena masih  kaget. “bukan gitu Ra, aku  belum haus kamu aja ya.. yaudah ayo aku temanin kamu beli ke kantin” jawabnya dengan wajah membingungkan seperti menyembunyikan sesuatu.
“Ra.. ntar  malam mau ikut jalan nggak ke pameran lukisan??” Tanya Debi padaku yang terbaring sambil main game. “boleh tuh biar ada hiburan dari pada betapa dalam rumah” jawabku dan kami pun tertawa bersama. Kami pun bersiap-siap untuk berangkat ke pameran mengendarai mobil ayah Debi.
Sesampainya di lokasi pameran dari kejauhan aku tertarik dengan satu lukisan yang menurutku begitu penuh makna. “aku kesana bentar ya..” izinku pada Debi dan langsung berlari menjauh darinya. “lukisannya bagus.. penuh makna” jawabku pada gadis kecil yang melukisnya, namun tak ada jawaban  hanya lah senyuman yang di beri aku terus mengajaknya bicara namun dia tetap  diam  hingga akhirnya terlihat jelas mengapa dia tak berbicara. Gadis pelukis ini  tuna rungu. Aku kagum dan saat itulah pertama kalinya aku menangis ketika melihat anak kecil. Bagiku dia hebat penuh kekurangan namun mampu menceritakan kehidupan melalui lukisannya. Dan saat itu juga aku ingin belajar melukis darinya.
“Ra……!!!” suara dan tepukan tepat di pundak ku yang begitu mengagetkan dan menyadarkan aku dari lamunan panjangku. “apaan sih Bi.. ya ampun kaget nih.. untung jantung aku nggak keluar” jawabku kesal sambil tetap ngelawak yag membuatnya justru tertawa. “Abisnya di panggil nggak noleh-noleh.. maaf deh.. “ jawabnya nyengir ngeledek.  “oke oke no problem..” jawabku yang bergaya bule Inggris. “duh bule sayur, mulai deh” jawabnya sambil tertawa dan kami pun tertawa bersama.
Sepanjang perjalanan pulang aku terus melamun entah mengapa anak tadi membuat ku ingin sekali pandai melukis sepertinya. “Ra kamu kenapa?? Sakit??  Tanya Deby yang membuat kedua orang tuanya ikut menoleh. “Nggak kok Bi hehe nggak papa kok om, tante.” Jawabku teersenyum. “Bi ingat nggak lukisan anak tadi??” tanya ku penasaran. “ingat , ada apa?? Lukisan anak itu tadi bercerita tentang kehidupan yang tak mudah tapi selalu ada semangat  dan pantang menyerah dalam hidupnya” jelas Debi. “kok kamu paham banget Bi” Tanya ku bingung. “Ini nih contohnya.. kepameran hanya sekedar jalan doang” jawabnya meledek. “Kan setiap lukisan tadi ada penjelasan maknanya Rara.” Lanjutnya dan aku hanya mengangguk tanda telah mengeti. Dan kami pun terus bercanda sepanjang perjalanan menuju rumah.
 Kriiiiiiiiinnnnnnnggggg…………………….. !!!! suara yang tak asing bagi kami ketika hari senin pagi. Ya itu adalah bel pertanda semua harus berkumpul untuk mengikuti upacara.  Apel pagi di sekolah hari ini sangat melelahkan cuaca yang panas menghadirkan bayangan ratusan orang dan keringat yang membasahi kain seragam dan tak lupa yang terbaring tanpa sadar atau hanya sekedar pengecut yang tak bertanggung jawab ikut larut bersemayam di dalamnya. Di sela Apel aku masih teringat oleh kepandaian anak pelukis itu. “Bi, aku mau belajar melukis.” Sahut ku di tengah apel. “serius Ra?? Nggak salah denger ni kuping??” jawabnya sambil tertawa tanpa suara dan apel selesai yang menghentikan obrolan kami.
“Ra, bener mau belajar melukis??” Tanya nya yang begitu serius. “kenapa? Mau ngetawain lagi” jawab ku ketus. “ehh maaf deh jangan marah dong kan cuma bercanda.” Jawabnya sambil memelas. “tapi beneran ya” lanjutnya yang penasaan. “iya Deby.. !!” jawabku singkat. “heemm.. gimana kalau belajar sama teman ayah ku aja. Dulu aku pernah di suruh belajar melukis tapi aku nggak suka hehe” jawabnya sambil tertawa. Dan Bu Tika masuk kelas yang menghentikan pembicaraan kami tapi aku setuju dengan usul Debi. Pulang sekolah Debi memberitau ku bahwa ayahnya sudah mengurus semuanya dan jadwal ku melukis di hari senin dan sabtu.
“Debi.. hari ini mau kan temanin  aku belajar ngelukis.. mau yaahh plisss… ” bujuk ku padanya. “iya iya pasti aku temanin kok” jawabnya tersenyum. “sahabat ku yang satu ini  memang paling baik” jawabku dengan nyengir kuda.  Sesampainya di tempat latihan kami terus tertawa karena aku masih kebingungan ingin melukis apa. “udah buruan gerakkan kuasnya” kata Debi sambil menyolekku. Dengan wajah murung dan bingung aku menatapnya. “pasti bisa kok Ra.. aku yakin melukis adalah kemampuan mu .. kamu selalu bilang aku lebih unggul dari kamu dan sekarang  buktikan kamu juga bisa aku mau lukisan pertama yang membawa mu menjadi sang juara adalah untukku.. janji yaa Raa.. ayoo semangat” ucapan Debi yang terus memberi ku semangat.
Selama ini aku selalu belajar melukis dengan giat walaupun tidak di temani oleh sahabat terbaikku. Sudah dua hari ini Debi tak pernah terlihat hadir di sekolah. Hingga akhirnya  Kedua orang tuanya datang ke sekolah memberitahukan  izin bahwa dia menjenguk neneknya yang sakit. Tapi sudah satu minggu dia tak  pernah ada di sekolah padahal pihak sekolah hanya memberikan izin maksimal tiga hari. Setiap pulang sekolah aku selalu mampir kerumahnya untuk menemuinya namun hasilnya selalu nihil. Debi dan keluarganya seakan hilang di telan bumi entah di mana keberadaan mereka. Aku sudah menanyakan pada wali kelas namun hasilnya pun sama. Satu sekolah tidak ada yang mengetahui keberadaannya dan kedua orang tuanya saat ini. Aku mulai putuh asa dan selalu termenung mengingat sahabatku itu. “Bi.. sekarang aku sudah jago ngelukis dan yang selalu aku lukis itu kamu dan kebersamaan kita yang selalu aku ingat” ucapku sambil termenung melihat photo kebersamaan kami. Semenjak Debi menghilang aku menjadi seseorang yang 180 derajat berubah drastis.. aku mulai jadi anak pendiam jarang tertawa hanya tersenyum seadanya. Kegiatan ku sehari-hari hanya terus belajar melukis karena aku ingin ketika Debi datang dia akan melihat semua hasil lukisan ku.
            “itu siapa Ra” Tanya seseorang dari belakangku ketika aku melukis di belakang kelas. “Andre. Ngapain kamu kesini dan.. tumben mau negur” tanyaku yang kaget dan langsung menutup lukisanku. “boleh lihat lukisannya” jawabnya sambil mengulurkan tangan, tanpa berbicara aku langsung menyerahkan lukisan ku dan terus menunduk karena aku sangat malu. Aku yakin dia sadar bahwa yang sedang ku lukis itu adalah dirinya. Tanpa berkomentar apapun dia hanya tersenyum dan mengembalikan lukisanku dan langsung pergi. “gilaaa yaaa… Cuma gitu doang.” Jawabku yang menggerutu.   Setiap hari  aku pulang sendirian.  Hidupku serasa sepi baru kali ini kami terpisahkan hingga tak mampu bertemu walau hanya satu detik. “teng-teng.. sms masuk tolong dibaca” dering hp yang sejenak memberhentikan langkah kakiku.  “Ra .. besok pagi mau kan ikut jalan sama aku. By Andre” ucapku membaca sms yang baru saja masuk. Dengan girangnya aku loncat-loncat di jalan dan langsuung membalas pesan Andre mengatakan bahwa aku mau di ajak jalan. Dan kami pun sepakat besok pagi jam 9 dia akan menjemputku. Tepat pukul 8.56  Pagi yang ku tunggu tiba. “duh cantiknya.. mau kemana sih pagi-pagi udah cantik aja” sapa mamaku dari pintu kamar. “mau jalan dong ma.. nggak mungkin kan ke pasar” jawabku bercanda sambil menyisir rambut. “kayaknya ada yang udah punya pacar nih” jawab mama ku sambil mengelus rambutku dan aku pun hanya mengelak dan tertawa.  “permisi…” suara yang tak asing bagiku. Aku langsung mengambil tas dan keluar kamar. “Andre, mau masuk dulu??” tanyaku. “nggak usah kita langsung aja. Tapi ada orang tua kamu? Aku mau izin dulu ngajak kamu jalan” jawabnya yang membuat ku semakin yakin dia adalah laki-laki yang baik. “iya, kalian boleh jalan.. tapi pulangnya jangan kemalaman ya” jawab mamaku yang berjalan dari dapur. “iya tante pasti. Kami pergi dulu ya tante” jawabnya sambil mengulurkan tangan untuk salaman. “hati-hati ya kalian” jawab mamaku aku pun mencium mamaku dan kami langsung pergi.  Sejenak hatiku terasa sangat bahagia seolah aku telah terlupa dengan semua kesedihan karena tak ada kabar dari sahabatku. Tapi sungguh aku tak benar-banar lupa olehnya. “Debi.. andai kamu ada disini melihat aku.. iya aku saat ini sedang jalan dengan Andre. Kamu ikut bahagiakan??” ucapku dalam hati yang tiba-tba saja air mataku menetes tanpa sadar. “Ra.. kamu pasti ingat Debi ya” Tanya Andre yang langsung memberikan ku sapu tangan. Tanpa menjawab aku hanya tersenyum.  “Selamat datang di pameran lukisan dan lomba melukis dengan tema duniaku” ucapku yang membaca spanduk tepat di depanku. “kamu mau kan ikutan lomba melukis ” jawab Andre membujuk. Awalnya aku menolak karena aku sendiri belum yakin apakah aku bisa namun akhirnya aku mau mengikutinya. Lomba di mulai semua  langsung memegang kuas dan melukis apa yang ingin mereka lukis dan aku masih terdiam kebingungan ingin melukis apa di lembar putih ini. Dan tiba-tiba hp ku berdering tanda satu sms masuk. “Rara semangat ya lomba melukisnya.. kamu pasti menang.” Pesan yang dikirm Debi ini seketika memberikan semangat bagi ku namun juga membuatku kebingungan dari mana kah dia tahu aku sedang mengikuti lomba. Namun aku langsung melukis dan ignin memenangkan lomba ini. Dan akhirnya aku menyelesikan perlombaan ini dengan menjadi juara pertama dan aku akan mendapat kursus melukis dan juga akan dikirim ke Australia. Aku sangat bangga dan pastinya bahagia dan tak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada Andre yang telah mengajak ku untuk mengikuti lomba ini dan juga kepada Debi yang telah memberi ku semangat  walau hanya lewat pesan singkat. Dan saat itu aku kembali teringat pada Debi yang akhirnya membuat ku kembali membanjiri pipiku. “Ra.. Debi pasti bahagia dengan keberhasilan kamu saat ini.. Debi pasti kembali tapi kamu harus buktikan bahwa semangat yang udah dia beri ke kamu akan selalu menjadi motivasi untuk kamu agar lebih sukses lagi” jawab Andre yang menyemangatiku sambil mengusap air mataku. Yaa… semua terus berjalan kini aku menjadi pelukis hebat yang di kenal banyak orang dan sekarang akupun telah pacaran dengan Andre dan kami merencanakan tunangan setelah lulus SMA nanti.  namun dia.. sahabatku aku belum bertemu dengannya dan menceritakan hal bahagia ini  dulu dia selalu mengatakan dia ingin melihat lukisanku menjadi sang juara..  namun sekarang  aku tak pernah tau dimana keberadaannya  “Ndree.. besok kan ultahnya Debi.. aku mau kasih kejutan buat dia, bantuin yaahhh” rayu ku pada Andre. “iya pasti aku bantuin kok tapi gimana caranya kita juga tidak tau Debi dimana” jawab Andre sambil merangkulku. “kata mamanya dia udah pulang tapi besok dia ke makam tempat neneknya di makamkan mamanya suruh kita ke makam aja” jawabku penuh semangat ingin bertemu sahabat terbaikku itu. Tanpa menjawab Andre hanya mengangguk lalu izin pergi sebentar untuk menelepon seseorang. Sikapnya membuatku merasa ada yang aneh tapi aku tak ingin berpikir curiga olehnya.  Siang ini aku bergegas untuk memberi kejutan kepada sahabatku. Andre sudah menjemputku namun kami masih menunggu kue yang kami pesan. “Raa.. gimana kalau kamu tunda aja ketemu Debi hari ini” jawab mama yang membuatku bingung.  “mama gimana sih… hari ini itu ultah Debi  dan kita tinggal menunggu orang tua Debi aja maa, masa iya sih mau di batalin.. aku udah kangen ma sama Debi” jawabku yang sedikit kesal. Orang tua Debi datang dan kami semua siap berangkat. “Rara.. kamu siap nak mau bertemu oleh Debi??” Tanya ibu Debi yang membuatku bingung. Seketika mata mama dan ibunya debi   berkaca-kaca seakan menangis. Dan Andre terdiam hanya menunduk. Aku bukan anak usia 5 tahun yang tak  mengerti dengan kondisi ini.  Aku merasa ada keanehan tapi aku tetap keukeh untuk bertemu dengan Debi. Sesampainya di pemakaman, aku menoleh kanan kiri namun tak melihat siapapun. “kemari Ra.. ikuti tante” ajak ibunya Debi.  Dan kami semua berjalan mengikuti arah langkah kaki ibunya memimpin. “ini Debi Raa..  dia pasti sedang tersenyum melihat kamu disini” jawab ibunya Debi yang langsung meneteskan air mata. Aku terdiam ketika membaca sebuah nama di batu nisan yang berada tepat di depanku. Pikiranku kacau seakan hidupku telah hilang aku mengingat semua bayangnya ketika kami bersama. Tapi semua itu hanya bayangan yang langsung membuatku terjatuh dan menangis tanpa henti. Saat itu juga hujan mengguyur kami semua aku menyuruh mereka semua pergi karena aku ingin hanya bedua dengan sahabat terbaikku ini. Aku tak pernah menyangka sms darinya ketika aku ikut lomba  adalah sms terakhir yang di kirimnya untuk ku. Aku tak pernah sadar selama ini dia sakit.. selama ini dia menghilang dariku entah kemana.. aku menyesal tak mengetahui sedikit pun tentang penyakitnya. Banyak yang ingin aku ceritakan bersama mu kawan.. terimakasih.. karena ucapanmu yang membuatku menjadi pelukis hebat.. terimakasih karena candamu sekarang aku sama Andre sudah jadian. Dan terimakasih karena berkat mu aku mengerti arti seorang sahabat yang sangat berharga.. aku belum sempat mengucapkan terimkasih untukmu… dan saat ini juga aku ingin mengatakan.. sahabatku…. Terimakasih ..  Di saat itu juga keajaiban  datang  apa yang pernah kami ucapkan terjadi  “apabila diantara kita ada yang meninggal duluan, saat itulah akan turun hujan yang menandakan kesedihanku karena kehilanganmu namun akan ada pelangi sesudahnya yang menandakan kau tersenyum melihatku agar aku juga tersenyum”  aku percaya dia sedang tersenyum seindah pelangi yang muncul dan aku pun tersenyum dan kami semua memutuskan untuk pulang. Kini semeuanya baik-baik saja karena aku sadar dia masih tersenyum dan aku juga harus tersenyum walaupun kini kami sudah berbeda alamnya.
 

CERPEN JEMARI MUNGIL ANAK NEGERI

jangan lupa ditulis..


JEMARI  MUNGIL  ANAK  NEGERI

Kaki ku terus melangkah dengan mantap meratapi jalan menuju sebuah perkampungan. keringat yang selalu tampak menetes  dengan setia bersama ku. namun tak pernah aku mengeluh jika ku ingat kembali keringat kedua orang tua ku agar aku dapat bersekolah guna cita-cita ku.
“berangkat  Mil..”
sapa ibu-ibu yang tak jarang selalu ku temui di setiap perjalanan ku. beberapa tetangga yang sudah cukup mengenal keluarga ku.
“iya bu..”
jawab ku dengan senyum yang selalu merekah seolah tak pernah ada beban yang ku rasakan
“Hati-hati Mil..” jawab ibu yang lain tersenyum kepada ku
“iya bu, mariii….” Jawab ku yang langsung berpamitan pergi.
Namaku Mila Andini kuliah di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan  jurusan bahasa inggris dan telah semester 4. Perjalanan ku kali ini bukan untuk belajar di kampus melainkan untuk mengajar anak-anak di perkampungan. Aku dengan iklas mengajar mereka semua tak sedikitpun aku meminta pungutan biaya pada mereka dan orang tuanya. Namun tak jarang ada saja orang tua yang memberi ku ucapan terimakasih dengan makanan ataupun bahan masakan yang dapat ku bawa pulang. Alhamdulillah setidaknya ini membantu keungan keluarga ku yang terbilang cukup sederhana.  Aku bersyukur dapat berkuliah karena prestasi yang ku punya sehingga aku mendapatkan beasiswa dari sebuah perusahaan ternama.
“assalamuaalaikum..” salam ku pada dua anak yang telah datang lebih dulu. “walaikumsalam miss Mila” jawab kedua anak tersebut.
“how are you today??”
Tanya ku  yang selalu membiasakan menggunakan bahasa Inggris agar anak-anak terbiasa.
“I’m fine miss. Thank you”
jawab kedua anak tersebut dengan serentak dan semangat karena sapaan ini telah biasa ku berikan sehingga mereka pun telah terbiasa.
 “oh good. So.. we say is”
“Alhamdulillah..”
jawaban serentak kami. Ya aku tak pernah lupa mengajarkan anak-anak ini untuk tetap mengingat Allah karena bagiku kita mempunyai tugas terhadap perintah Allah dan juga tugas menjaga negara kita. Sungguh keduanya itu sangat penting.
Setelah semua anak berdatangan kami memulai pelajaran dengan semangat ceria  dan di penghujung pelajaran tak pernah lupa ku minta mereka untuk menuliskan kebanggaan dan juga kegagalan mereka di hari ini. Terkadang tulisan mereka ini selalu membuat ku tersenyum walaupun mata ini entah bagaimana selalu ada aliran air yang keluar. Ingin rasanya ku kirim saja surat tulisan tangan mereka ini kepada pemerintah negeri.
Keesokan harinya setelah jam kuliah usai aku kembali membuka laptop ku dan menggerakkan jemari-jemari ku dengan sebuah doa dan harapan. Ya hari ini aku ingin menyelesaikan proposal ku guna membantu anak-anak di perkampungan. aku membuat 10 proposal yang ku serahkan ke beberapa perusahaan tanah air dan berharap bahwa akan ada peluang bagi mereka semua.
Semingggu telah berlalu dari proposal yang ku kirimkan namun sayang sedih hati saja yang ku terima tak sanggup rasa batin ini menceritakan hasilnya kepada para anak-anak. Aku takut semangat mereka akan luntur setelah mengetahui semua proposal di tolak karena tak yakin dengan kemampuan yang mereka miliki. “keringat ku selama ini adalah bukti keberhasilan mereka kelak” ucap ku dalam hati dengan menenangkan pikiranku.
Hai ini adalah hari minggu dimana setiap hari minggu aku selalu mengajak anak-anak untuk belajar di lingkungan bebas. Sejenak menyadarkan diri bahwa karunia Allah begitu luar biasa dengan alamnya yang begitu indah.
“Assalamualaikum wr. wb. Today we can go to writing spektakuler”
ucap ku pada mereka dengan sedikit terbata agar mereka juga berpikir perlahan apa yang ku ucapkan. “Miss.. what which will we writing??”
Tanya Susi seorang anak yang mengeja perkata setiap pertanyaannya.
 “okay..  now please write .. I HOPE bla blaa bla..” jawab ku dengan mengangkat tanganku ke dada. Kali ini aku ingin tahu apa saja harapan mereka kepada pemerintah. Mereka semua menulis dengan semangat dan dengan keributan yang luar biasa karena sibuk bertanya dan sibuk membuka kamus mencari arti dalam bahasa inggris untuk bapak dan ibu pemerintah yang sedang menjabat menjaga agar negeri ini tetap jaya dan merdeka.
“Bapak/ibu apakah kami bisa seperti anak yang lainnya bersekolah di gedung yang berdiri kokoh, dengan guru yang hebat dalam mengajar, dan juga seragam yang membanggakan. Kami tidak iri  namun hanya ingin menjadi orang hebat yang akan menggantikan bapak ibu kelak duduk di pemerintahan.”
“Bapak ibu yang terhormat semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan kesehatan kepada bapak ibu semuanya. Saya ingin tau berapa gaji bapak ibu di pemerintahan setiap bulannya?? Apakah jika setiap bulan menyumbangkan 50ribu tidak bisa?? Coba saja di pikirkan jika bapak ibu yang berada di pemerintahan menyumbang 50 ribu saja setiap bulan selama masa jabatan. Saya yakin negeri kita tercinta ini tidak akan ada anak yang berkeliaran di jalanan membawa minuman dan makanan guna di jual, anak dengan alat sol sepatunya, tau bahkan anak dengan koran bawaannya. Semuanya pasti sedang sibuk bersekolah dan menuntut ilmu.”
“Assalamualaikum untuk bapak ibu semuanya. Apa kabar bapak ibu semuanya apakah dalam keadaan baik? insyaAllah baik semua ya Amin. Bapak ibu yang terhormat mengapa banyak sekali usaha pemerintah untuk meningkatkan pendidikan di negeri ini dengan cara yang menurut saya kurang tepat. Banyak memberikan bantuan dana kepada anak yang kurang mampu. Tapi sungguh bapak ibu lupa ada yang bahkan tidak bisa bersekolah seharusnya dana tersebut di berikan kepada anak yang belum mampu bersekolah. Agar seluruh anak di negeri ini mengemban pendidikan bukan justru sibuk berkeliaran di jalan menjajakan apa yang di jualnya. Semoga kelak saya akan menggantikan posisi bapak ibu semua. Amin..”
Beberapa surat anak-anak  yang ku baca dan membuatku merasa sangat lemah. Jelas sekali dengan nyata bagaimana harapan mereka yang sangat ingin menempuh pendidikan.
 “kriinngggg…” dering telephon tanda ada panggilan masuk yang membangunkanku dari lamunan surat anak-anak ternyata dari temanku yang mengatakan akan ada lomba cerdas cermat yang di adakan oleh perusahaan asing dan pemenangnya akan mendapat beasiswa sekolah di luar negeri. Siapa yang tak bahagia mendengarnya.
Keesokan harinya aku berjalan terus tanpa ku pikirikan keringat yang memebasahi sebagian pakaian ku. aku tak sabar memberitahukan kabar gembira ini pada anak-anak.
 “miss.. lihat miss datang..” teriak salah seorang anak yyang melihat kedatanganku dari kejauhan.
“assalamualaikum.. sorry I’m late” sapaku dengan merasa bersalah telah membuat mereka menunggu. 
“miss membawa kabar gembira. Siapa yang ingin bersekolah di luar negeri dengan gratis??” Tanya ku melanjutkan dengan senyum sumringah. Semua anak angkat tangan dengan yakinnya. Setelah ku ceritakan lomba tersebut anak-anak sempat tak yakin karena mereka telah menyadari saingannya pasti berat. “untuk apa melihat kehebatan seseorang jika tujuan utama Allah memberikan mata ini sesungguhnya tidak di gunakan untuk melihat kehebatanNya” jawabku dengan sebuah senyuman.
Anak-anak tersenyum dan serentak membuka buku dan kamusnya. Suasana seperti ini sudah  biasa terjadi. Ketika anak didik kita mulai melemah maka haruslah ada seorang guru yang menguatkannya. Jika anak dididk kita gagal maka haruslah seorang guru membuatnya berhasil.
Semua sistem belajar kami ubah agar mencapai pembelajaran yang maksimal menuju lomba tersebut. Mulai dari jadwal, pola pikir dan juga semangat, kami mengubahnya semua. Tak sedikitpun ku lihat lesu di batin mereka hanya keringat yang membasahi sedikit pakaian mereka dan juga tawa canda yang ada pada mereka. Orang tua mereka juga sangat mendukung dan bahkan mereka tidak di izinkan bekerja lagi melainkan harus fokus untuk belajar. Tak jarang orang tua mereka menggorengkan singkong untuk kami makan selama belajar. Aku sangat bahagia melihat semangat yang luar biasa  jelas sekali harapan keberhasilan yang ingin sekali mereka genggam.
“Hari ini adalah puncak dari perjuangan kita selama ini. Miss bahagia telah menjadi bagian dari kalian semua. Usaha telah kita lakukan tapi ingat belum maksimal karena kita belum membuktikannya. Sekarang temui kedua orang tua kalian dan mintalah doa dari mereka.”
Ucapku sebelum kami menuju tempat perlombaan. Kami hanya berdoa dan telah berusaha sejauh ini apapun hasilnya nanti itu adalah yang terbaik.
 “Assalamualaikum Mila.. udah berangkat ke tempat lomba??”
 tanya Dini yang dikirim melalui pesan singkat.
 “wa’alaikum salam Din.. belum, ini masih nunggu angkot.”
Jawabku membalas pesannya.
“semangat ya Mil, aku doain semoga berhasil”
balasannya kemudian.
“terimakasih banyak Din.. sudah dulu ya nanti aku kabari lagi” jawabku yang juga mengakhiri percakapan kami.
Sesampainya di tempat perlombaan kami di persilahkan duduk di kursi paling depan. Terlihat sekali rasa deg-degan dari anak-anak.
“children.. ingat pesan kakak ya..”
“menang kalah hal biasa dalam kompetisi usaha dan doa harga yang sungguh tak ternilai menang Alhamdulillah kalah Alhamdulillah karena Allah selalu bersama orang yang bersyukur”
 jawaban serentak dari anak-anak yang memotong ucapan ku, tapi sungguh kekaguman selalu ada pada mereka semua.
Lomba berjalan dengan lancar anak-anak berhasil masuk semi final hingga akhirnya mereka pun berhasil masuk final. Sebelum final di mulai di berikan waktu istirahat 30 menit dan kebetulan saat itu juga sedang waktu isoma kelompok lain sibuk membaca buku dan mengunyah makanan yang di berika oleh panitia. “anak-anak kita sholat ashar dulu ya..”
ajak ku pada mereka.
 “miss.. terus kita makannya kapan??”
Tanya salah seorang anak yang langsung memegang tanganku.
“sehabis sholat kita langsung makan waktu istirahatnya masih cukup kok”
jawabku dengan membelai rambutnya.
“karena sholat tidak boleh kita tinggalkan, Allah saja tidak pernah meninggalkan kita”
jawaban serentak dari anak-anak yang langsung serentak memeluk ku.
Final di mulai dan sungguh deg-degan rasanya. Aku tak bisa membohongi hatiku sendiri ada ketakutan jika mereka gagal. Aku takut jika kegagalan ini mengubur semua harapan mereka. Nilai sering kali seri setiap kelompok.
“Assalaamuaalaikum Mil..”
sapa Dini dari belakang.
 “wa’alaikumsalam Din.. duduk !”
jawabku dengan sedikit masih  terkejut.
“aku yakin mreka pasti bisa”
jawab Dini dengan menggenggam tangan ku. ya Dini yang memberikan info tentang lomba ini kepadaku. Tanpa menjawab aku hanya mengangguk dan kami tersenyum bersama.
Teriakan HORE… dari anak-anak ketika di umumkan akan kemenangan mereka. Seluruh penonton bediri dan bertepuk tangan dan aku masih tertunduk karena suatu kebanggaan dan tanpa sadar saja air mata ini mengalir dengan hebatnya.
“you the best Mila !”
ucap Dini yang langsung memeluk ku.
Anak –anak yang langsung berlarian dari atas panggung dan juga ikut memeluk ku semakin membuat ku tak bisa menahan air mataku para penonton seakan terhipnotis dengan pemandangan haru yang sedang kami tampilkan.
 “okay.. Now ! we say..” “Alhamdulillah..”
jawab anak-anak dengan semangat. Seketika saja semua penonton dan para juri bertepuk tangan.
“baik pak di setujui”
 ucap ku ketika berjabat tangan dengan pemilik perusahaan asing setelah membaca prosedur beasiswa yang akan di terima oleh anak-anak. Orang tua mereka pun telah menyetujui syarat dan juga ketentuan yang di berikan dengan telah menandatangani beberapa berkas dan mengiklaskan anak mereka akan jauh dari dekapan mereka.
Hari ini anak-anak akan berangkat. Namun aku tak bisa ikut mengantar mereka ke bandara karena ada jam kuliah yang tak bisa ku tinggalkan. Aku tak berani memintta izin dari dosenku yang satu ini. Dosen yang luar biasa dengan kedisiplinannya.
 “Mila Andini. Keluar dari jam kuliah saya sekarang” sentak batinku terkaget ketika aku merasa di usir keluar entah apa salahku. Namun yang ku tahu hanyalah aku di keluarkan oleh dosen dari jam kuliahnya.
 “maaf pak saya salah apa ya??”
 Tanya ku dengan sedikit hati-hati. Tanpa jawaban namun hanya tatapan sinis yang di berika padaku. Aku pun langsung mengemas buku ku dan segera beranjak pergi.
“salahmu adalah karena kamu telah berhasil membawa anak perkampungan ke luar negeri sehingga prodi kita ini akreditasnya akan semakin baik”
ucap dosenku yang langsung menyalami ku ketika aku hendak pergi. Dan ternyata anak-anak telah berada di depan ruangan kampusku. Aku sedikit kebingungan dari mana mereka bisa masuk ke lingkungan kampus. Namun anggukaan Dini membuat ku mengerti dan juga dosenku yang dengan bangga menepuk bahuku dan mempersilahkan ku untuk mengantar mereka ke bandara.
Sesampainya di Bandara, suasana haru tak bisa di lepaskan air mata dengan derasnya mengalir.
 “Miss.. we love you”
 jawab anak-anak dengan pelukan yang di berikan padaku semakin membuat ku tak sanggup mengeluarkan kata apa pun.
“Mereka telah pergi .. tak hentinya ku lihat langit yang beberapa menit tadi masih menunjukan pesawat yang mereka tumpangi hingga telah pudar oleh awan yang menutupi mereka.”
Ucapku dalam hati yang tiba-tiba saja meneteskaan air mata.
“Nak Mila.. ”
sapa seorang ibu yang menepuk pundakku.
“iya bu?”
jawabku yang langsung mengusap air mata.
“ibu mengucapkan terimakasih banyak.. karena kamu telah mengajar anak kami semua dengan baik hingga mereka telah mendapatkan pendidikan yang layak bahkan sangat layak”
ucap seorang ibu yang juga di sertai anggukan orang tua yang lainnya.
“saya sangat bangga, anak ibu bapak semua luar biasa hebatnya. Mereka hebat karena mereka sendiri bukan karena saya. Sungguh.”
 Jawabku dengan tersenyum dan kembali menatap ke arah awan.
“Mereka telah terbang hingga keawan. Mengukir sebuah kata indah akan keberhasilan. Biar lah saja seperti kura-kura berjalan lambat namun tetap berjalan agar sampai pada tujuan, bersembunyi karena ketakutan tidak harus melawan, kura-kura memang lemah tapi banyak yang terlupa ia mempunyai cangkang yang kuat. Anak-anak itu memang lemah tapi semangat mereka sekuat baja. Bagaimana ini ??? apakah kita akan terus melepas muda mudi kita untuk bangsa asing???  21 April 2014.” selembar kertas putih yang  baru saja ku hiasi dengan tinta sebuah pena. Ku tutup buku catatan ku dan langsung membawa kapalku berlayar ke pulau kapuk.