SAHABAT TERIMAKASIH
“Morning…
“ sapa sahabatku yang baru masuk kelas dan langsung duduk di samping ku. “pagi
juga Debi” sahut ku sambil menoleh dan tersenyum lebar. “lagi ngapain sih ?
kerjakan PR lagi!!” tanyanya ketus. “kalau udah tau jangan ditanya dong.. ”
jawabku sambil menggodanya. “kebiasaan deh yaa !! PR itu pekerjaan rumah bukan
di kerjakaan di sekolah. !!” jawabnya dengan nada tinggi sambil menjewer
telingaku. “tau deh yang anak pinter” jawabku merendah sambil memegang
telingaku yang kesakitan karna jewerannya. “bukan gitu.. iya deh maaf. Kalau
ada PR lagi kita belajar bareng aja yaa…” jawabnya sambil memelukku dan dia pun
membantu ku mengerjakan tugas. Iya kondisi ini sudah biasa terhadap kami berdua.
Di sekolah kami di juluki duo DERA, Debi-Rara. Kami sangat berbeda 180 derajat.
Debi.. sahabatku yang satu ini bisa di bilang anak terpintar di sekolah. Banyak
piala yang udah dia sumbangkan ke sekolah karena prestasinya. Sedangkan aku,
aku hanyalaah anak dengan otak pas-pasan tidak pernah membanggakan sekolah dan
kerjaannya hanya jailin teman-teman aja.
Kriiinnngggg…..
bel isstirahat berbunyi. “Ra.. kamu duluan aja ya ke kantin soalnya aku mau ke
perpus dulu. Mau pre test buat persiapan cerdas cermat.” Kata Debi yang sibuk
menyiapkan buku fisikanya. Tanpa jawaban aku hanya mengangguk menandakan iya.
Dan Debi langsung pergi. Aku pun pergi ke kantin dan aku memesan dua cemilan ringan dan pergi ke perpus untuk memberikannya
kepada Deby.
Brakkkk….
“aduh. Kalau jalan itu pakai kaki tapi matanya ngeliat dong jangan asal nabrak
aja” jawabku sambil berdiri dan marah
dengan orang yang menabrak ku. “Sorry.. ” jawaban singkat. Dan ternyata dia
adalah Andre cowok cakep yang udah lama
aku perhatikan. “oke no problem” jawabku tak mau kalah berbahasa Inggris.
“Rara…’’ sapa debi dari pojok ruangan. “hai.. aku bawain makanan nih pasti
laper kan” jawabku sambil berjalan mendekatinya. “Rara.. ini perpus. Kamu lupa
di perpus tidak di izinkan membawa makanan” “maaf kami masih sibuk untuk persiapan
lomba bisa tolong keluar” jawab Andre
yang langsung memotong pembicaraan Debi. Tanpa berbicara aku langsung
pergi keluar aku marah dan rasanya kecewa. Aku merasa di usir oleh cowok yang
aku taksir dan kenapa justru temanku yang mampu dekat dengannya. Debi dan Andre
adalah anak terpintar di sekolah. Dan ya
beginilah kami.. aku sering terbakar cemburu
jika melihat mereka bersama.
“Rara,
kamu kenapa ?” suara yang tak asing bagiku. “nggak papa kok Bi.. kenapa kesini
kamu kan harus belajar buat lomba minggu depan” jawabku tersenyum sambil
merangkulnya. Dia hanya diam dan tersenyum sambil sesekali menatapku dengan
malu entah apa yang ada dipikirannya.
“kenapa sih senyum-senyum terus???” jawabku penasaran. “kamu suka sama
Andre??” tanyanya balik. “kata siapa?? Nggak tuh.” Jawabku sambil memalingkan
wajah karena aku takut wajahku ini merah merona akibat malu jika dia tau yang
sebenarnya. “yakin??!! Ya udah deh buat aku aja ya Andrenya” jawabnya sambil
menggodaku. “hhuufftt… iyayayaa.. tapi diam yaa… malu tau hehe” jawabku
sambil menutup mulutnya dan kami pun
tertawa bersama.
Pelajaran
di sekolah hari ini selesai dan seperti biasa aku pulang kerumah Debi, ya tiap
malam minggu aku selalu nginap di rumahnya. Orang tua kami sudah saling kenal
dan akrab. “eehhh ke kantin dulu yaa beli minuman biasa ” ajak ku padanya.
“nggak !! ” jawabnya yang mengagetkanku. “ada apa sih akhir-akhir ini kamu
selalu nggak mau minum yang bersoda” tanyaku padanya sambil memegang dada karena
masih kaget. “bukan gitu Ra, aku belum haus kamu aja ya.. yaudah ayo aku
temanin kamu beli ke kantin” jawabnya dengan wajah membingungkan seperti
menyembunyikan sesuatu.
“Ra..
ntar malam mau ikut jalan nggak ke pameran
lukisan??” Tanya Debi padaku yang terbaring sambil main game. “boleh tuh biar
ada hiburan dari pada betapa dalam rumah” jawabku dan kami pun tertawa bersama.
Kami pun bersiap-siap untuk berangkat ke pameran mengendarai mobil ayah Debi.
Sesampainya di lokasi
pameran dari kejauhan aku tertarik dengan satu lukisan yang menurutku begitu
penuh makna. “aku kesana bentar ya..” izinku pada Debi dan langsung berlari
menjauh darinya. “lukisannya bagus.. penuh makna” jawabku pada gadis kecil yang
melukisnya, namun tak ada jawaban hanya
lah senyuman yang di beri aku terus mengajaknya bicara namun dia tetap diam hingga akhirnya terlihat jelas mengapa dia tak
berbicara. Gadis pelukis ini tuna rungu.
Aku kagum dan saat itulah pertama kalinya aku menangis ketika melihat anak
kecil. Bagiku dia hebat penuh kekurangan namun mampu menceritakan kehidupan
melalui lukisannya. Dan saat itu juga aku ingin belajar melukis darinya.
“Ra……!!!” suara dan
tepukan tepat di pundak ku yang begitu mengagetkan dan menyadarkan aku dari
lamunan panjangku. “apaan sih Bi.. ya ampun kaget nih.. untung jantung aku
nggak keluar” jawabku kesal sambil tetap ngelawak yag membuatnya justru
tertawa. “Abisnya di panggil nggak noleh-noleh.. maaf deh.. “ jawabnya nyengir
ngeledek. “oke oke no problem..” jawabku
yang bergaya bule Inggris. “duh bule sayur, mulai deh” jawabnya sambil tertawa
dan kami pun tertawa bersama.
Sepanjang perjalanan
pulang aku terus melamun entah mengapa anak tadi membuat ku ingin sekali pandai
melukis sepertinya. “Ra kamu kenapa?? Sakit??
Tanya Deby yang membuat kedua orang tuanya ikut menoleh. “Nggak kok Bi
hehe nggak papa kok om, tante.” Jawabku teersenyum. “Bi ingat nggak lukisan
anak tadi??” tanya ku penasaran. “ingat , ada apa?? Lukisan anak itu tadi
bercerita tentang kehidupan yang tak mudah tapi selalu ada semangat dan pantang menyerah dalam hidupnya” jelas
Debi. “kok kamu paham banget Bi” Tanya ku bingung. “Ini nih contohnya..
kepameran hanya sekedar jalan doang” jawabnya meledek. “Kan setiap lukisan tadi
ada penjelasan maknanya Rara.” Lanjutnya dan aku hanya mengangguk tanda telah
mengeti. Dan kami pun terus bercanda sepanjang perjalanan menuju rumah.
Kriiiiiiiiinnnnnnnggggg…………………….. !!!! suara
yang tak asing bagi kami ketika hari senin pagi. Ya itu adalah bel pertanda
semua harus berkumpul untuk mengikuti upacara.
Apel pagi di sekolah hari ini sangat melelahkan cuaca yang panas
menghadirkan bayangan ratusan orang dan keringat yang membasahi kain seragam
dan tak lupa yang terbaring tanpa sadar atau hanya sekedar pengecut yang tak
bertanggung jawab ikut larut bersemayam di dalamnya. Di sela Apel aku masih
teringat oleh kepandaian anak pelukis itu. “Bi, aku mau belajar melukis.” Sahut
ku di tengah apel. “serius Ra?? Nggak salah denger ni kuping??” jawabnya sambil
tertawa tanpa suara dan apel selesai yang menghentikan obrolan kami.
“Ra, bener mau belajar
melukis??” Tanya nya yang begitu serius. “kenapa? Mau ngetawain lagi” jawab ku
ketus. “ehh maaf deh jangan marah dong kan cuma bercanda.” Jawabnya sambil
memelas. “tapi beneran ya” lanjutnya yang penasaan. “iya Deby.. !!” jawabku
singkat. “heemm.. gimana kalau belajar sama teman ayah ku aja. Dulu aku pernah
di suruh belajar melukis tapi aku nggak suka hehe” jawabnya sambil tertawa. Dan
Bu Tika masuk kelas yang menghentikan pembicaraan kami tapi aku setuju dengan
usul Debi. Pulang sekolah Debi memberitau ku bahwa ayahnya sudah mengurus
semuanya dan jadwal ku melukis di hari senin dan sabtu.
“Debi.. hari ini mau kan
temanin aku belajar ngelukis.. mau yaahh
plisss… ” bujuk ku padanya. “iya iya pasti aku temanin kok” jawabnya tersenyum.
“sahabat ku yang satu ini memang paling
baik” jawabku dengan nyengir kuda.
Sesampainya di tempat latihan kami terus tertawa karena aku masih
kebingungan ingin melukis apa. “udah buruan gerakkan kuasnya” kata Debi sambil
menyolekku. Dengan wajah murung dan bingung aku menatapnya. “pasti bisa kok
Ra.. aku yakin melukis adalah kemampuan mu .. kamu selalu bilang aku lebih
unggul dari kamu dan sekarang buktikan
kamu juga bisa aku mau lukisan pertama yang membawa mu menjadi sang juara
adalah untukku.. janji yaa Raa.. ayoo semangat” ucapan Debi yang terus memberi
ku semangat.
Selama ini aku selalu
belajar melukis dengan giat walaupun tidak di temani oleh sahabat terbaikku. Sudah
dua hari ini Debi tak pernah terlihat hadir di sekolah. Hingga akhirnya Kedua orang tuanya datang ke sekolah
memberitahukan izin bahwa dia menjenguk
neneknya yang sakit. Tapi sudah satu minggu dia tak pernah ada di sekolah padahal pihak sekolah
hanya memberikan izin maksimal tiga hari. Setiap pulang sekolah aku selalu
mampir kerumahnya untuk menemuinya namun hasilnya selalu nihil. Debi dan
keluarganya seakan hilang di telan bumi entah di mana keberadaan mereka. Aku
sudah menanyakan pada wali kelas namun hasilnya pun sama. Satu sekolah tidak
ada yang mengetahui keberadaannya dan kedua orang tuanya saat ini. Aku mulai
putuh asa dan selalu termenung mengingat sahabatku itu. “Bi.. sekarang aku
sudah jago ngelukis dan yang selalu aku lukis itu kamu dan kebersamaan kita
yang selalu aku ingat” ucapku sambil termenung melihat photo kebersamaan kami.
Semenjak Debi menghilang aku menjadi seseorang yang 180 derajat berubah
drastis.. aku mulai jadi anak pendiam jarang tertawa hanya tersenyum seadanya.
Kegiatan ku sehari-hari hanya terus belajar melukis karena aku ingin ketika
Debi datang dia akan melihat semua hasil lukisan ku.
“itu
siapa Ra” Tanya seseorang dari belakangku ketika aku melukis di belakang kelas.
“Andre. Ngapain kamu kesini dan.. tumben mau negur” tanyaku yang kaget dan
langsung menutup lukisanku. “boleh lihat lukisannya” jawabnya sambil
mengulurkan tangan, tanpa berbicara aku langsung menyerahkan lukisan ku dan
terus menunduk karena aku sangat malu. Aku yakin dia sadar bahwa yang sedang ku
lukis itu adalah dirinya. Tanpa berkomentar apapun dia hanya tersenyum dan
mengembalikan lukisanku dan langsung pergi. “gilaaa yaaa… Cuma gitu doang.”
Jawabku yang menggerutu. Setiap hari
aku pulang sendirian. Hidupku
serasa sepi baru kali ini kami terpisahkan hingga tak mampu bertemu walau hanya
satu detik. “teng-teng.. sms masuk tolong dibaca” dering hp yang sejenak
memberhentikan langkah kakiku. “Ra ..
besok pagi mau kan ikut jalan sama aku. By Andre” ucapku membaca sms yang baru
saja masuk. Dengan girangnya aku loncat-loncat di jalan dan langsuung membalas
pesan Andre mengatakan bahwa aku mau di ajak jalan. Dan kami pun sepakat besok
pagi jam 9 dia akan menjemputku. Tepat pukul 8.56 Pagi yang ku tunggu tiba. “duh cantiknya.. mau
kemana sih pagi-pagi udah cantik aja” sapa mamaku dari pintu kamar. “mau jalan
dong ma.. nggak mungkin kan ke pasar” jawabku bercanda sambil menyisir rambut.
“kayaknya ada yang udah punya pacar nih” jawab mama ku sambil mengelus rambutku
dan aku pun hanya mengelak dan tertawa. “permisi…”
suara yang tak asing bagiku. Aku langsung mengambil tas dan keluar kamar.
“Andre, mau masuk dulu??” tanyaku. “nggak usah kita langsung aja. Tapi ada
orang tua kamu? Aku mau izin dulu ngajak kamu jalan” jawabnya yang membuat ku
semakin yakin dia adalah laki-laki yang baik. “iya, kalian boleh jalan.. tapi
pulangnya jangan kemalaman ya” jawab mamaku yang berjalan dari dapur. “iya
tante pasti. Kami pergi dulu ya tante” jawabnya sambil mengulurkan tangan untuk
salaman. “hati-hati ya kalian” jawab mamaku aku pun mencium mamaku dan kami
langsung pergi. Sejenak hatiku terasa
sangat bahagia seolah aku telah terlupa dengan semua kesedihan karena tak ada
kabar dari sahabatku. Tapi sungguh aku tak benar-banar lupa olehnya. “Debi..
andai kamu ada disini melihat aku.. iya aku saat ini sedang jalan dengan Andre.
Kamu ikut bahagiakan??” ucapku dalam hati yang tiba-tba saja air mataku menetes
tanpa sadar. “Ra.. kamu pasti ingat Debi ya” Tanya Andre yang langsung
memberikan ku sapu tangan. Tanpa menjawab aku hanya tersenyum. “Selamat datang di pameran lukisan dan lomba
melukis dengan tema duniaku” ucapku yang membaca spanduk tepat di depanku. “kamu
mau kan ikutan lomba melukis ” jawab Andre membujuk. Awalnya aku menolak karena
aku sendiri belum yakin apakah aku bisa namun akhirnya aku mau mengikutinya. Lomba
di mulai semua langsung memegang kuas
dan melukis apa yang ingin mereka lukis dan aku masih terdiam kebingungan ingin
melukis apa di lembar putih ini. Dan tiba-tiba hp ku berdering tanda satu sms
masuk. “Rara semangat ya lomba melukisnya.. kamu pasti menang.” Pesan yang
dikirm Debi ini seketika memberikan semangat bagi ku namun juga membuatku
kebingungan dari mana kah dia tahu aku sedang mengikuti lomba. Namun aku langsung
melukis dan ignin memenangkan lomba ini. Dan akhirnya aku menyelesikan
perlombaan ini dengan menjadi juara pertama dan aku akan mendapat kursus
melukis dan juga akan dikirim ke Australia. Aku sangat bangga dan pastinya
bahagia dan tak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada Andre yang telah
mengajak ku untuk mengikuti lomba ini dan juga kepada Debi yang telah memberi
ku semangat walau hanya lewat pesan
singkat. Dan saat itu aku kembali teringat pada Debi yang akhirnya membuat ku
kembali membanjiri pipiku. “Ra.. Debi pasti bahagia dengan keberhasilan kamu
saat ini.. Debi pasti kembali tapi kamu harus buktikan bahwa semangat yang udah
dia beri ke kamu akan selalu menjadi motivasi untuk kamu agar lebih sukses
lagi” jawab Andre yang menyemangatiku sambil mengusap air mataku. Yaa… semua
terus berjalan kini aku menjadi pelukis hebat yang di kenal banyak orang dan
sekarang akupun telah pacaran dengan Andre dan kami merencanakan tunangan
setelah lulus SMA nanti. namun dia..
sahabatku aku belum bertemu dengannya dan menceritakan hal bahagia ini dulu dia selalu mengatakan dia ingin melihat
lukisanku menjadi sang juara.. namun
sekarang aku tak pernah tau dimana
keberadaannya “Ndree.. besok kan
ultahnya Debi.. aku mau kasih kejutan buat dia, bantuin yaahhh” rayu ku pada
Andre. “iya pasti aku bantuin kok tapi gimana caranya kita juga tidak tau Debi
dimana” jawab Andre sambil merangkulku. “kata mamanya dia udah pulang tapi
besok dia ke makam tempat neneknya di makamkan mamanya suruh kita ke makam aja”
jawabku penuh semangat ingin bertemu sahabat terbaikku itu. Tanpa menjawab
Andre hanya mengangguk lalu izin pergi sebentar untuk menelepon seseorang.
Sikapnya membuatku merasa ada yang aneh tapi aku tak ingin berpikir curiga
olehnya. Siang ini aku bergegas untuk
memberi kejutan kepada sahabatku. Andre sudah menjemputku namun kami masih
menunggu kue yang kami pesan. “Raa.. gimana kalau kamu tunda aja ketemu Debi
hari ini” jawab mama yang membuatku bingung.
“mama gimana sih… hari ini itu ultah Debi dan kita tinggal menunggu orang tua Debi aja
maa, masa iya sih mau di batalin.. aku udah kangen ma sama Debi” jawabku yang
sedikit kesal. Orang tua Debi datang dan kami semua siap berangkat. “Rara..
kamu siap nak mau bertemu oleh Debi??” Tanya ibu Debi yang membuatku bingung. Seketika
mata mama dan ibunya debi berkaca-kaca seakan menangis. Dan Andre
terdiam hanya menunduk. Aku bukan anak usia 5 tahun yang tak mengerti dengan kondisi ini. Aku merasa ada keanehan tapi aku tetap keukeh
untuk bertemu dengan Debi. Sesampainya di pemakaman, aku menoleh kanan kiri namun
tak melihat siapapun. “kemari Ra.. ikuti tante” ajak ibunya Debi. Dan kami semua berjalan mengikuti arah
langkah kaki ibunya memimpin. “ini Debi Raa.. dia pasti sedang tersenyum melihat kamu
disini” jawab ibunya Debi yang langsung meneteskan air mata. Aku terdiam ketika
membaca sebuah nama di batu nisan yang berada tepat di depanku. Pikiranku kacau
seakan hidupku telah hilang aku mengingat semua bayangnya ketika kami bersama.
Tapi semua itu hanya bayangan yang langsung membuatku terjatuh dan menangis tanpa
henti. Saat itu juga hujan mengguyur kami semua aku menyuruh mereka semua pergi
karena aku ingin hanya bedua dengan sahabat terbaikku ini. Aku tak pernah
menyangka sms darinya ketika aku ikut lomba adalah sms terakhir yang di kirimnya untuk ku.
Aku tak pernah sadar selama ini dia sakit.. selama ini dia menghilang dariku
entah kemana.. aku menyesal tak mengetahui sedikit pun tentang penyakitnya.
Banyak yang ingin aku ceritakan bersama mu kawan.. terimakasih.. karena
ucapanmu yang membuatku menjadi pelukis hebat.. terimakasih karena candamu
sekarang aku sama Andre sudah jadian. Dan terimakasih karena berkat mu aku
mengerti arti seorang sahabat yang sangat berharga.. aku belum sempat
mengucapkan terimkasih untukmu… dan saat ini juga aku ingin mengatakan..
sahabatku…. Terimakasih .. Di saat itu
juga keajaiban datang apa yang pernah kami ucapkan terjadi “apabila diantara kita ada yang meninggal duluan,
saat itulah akan turun hujan yang menandakan kesedihanku karena kehilanganmu
namun akan ada pelangi sesudahnya yang menandakan kau tersenyum melihatku agar
aku juga tersenyum” aku percaya dia
sedang tersenyum seindah pelangi yang muncul dan aku pun tersenyum dan kami
semua memutuskan untuk pulang. Kini semeuanya baik-baik saja karena aku sadar
dia masih tersenyum dan aku juga harus tersenyum walaupun kini kami sudah
berbeda alamnya.