Label

Kamis, 24 Januari 2019

CERPEN SAHABAT

jangan lupa ditulis..



SAHABAT TERIMAKASIH
“Morning… “ sapa sahabatku yang baru masuk kelas dan langsung duduk di samping ku. “pagi juga Debi” sahut ku sambil menoleh dan tersenyum lebar. “lagi ngapain sih ? kerjakan PR lagi!!” tanyanya ketus. “kalau udah tau jangan ditanya dong.. ” jawabku sambil menggodanya. “kebiasaan deh yaa !! PR itu pekerjaan rumah bukan di kerjakaan di sekolah. !!” jawabnya dengan nada tinggi sambil menjewer telingaku. “tau deh yang anak pinter” jawabku merendah sambil memegang telingaku yang kesakitan karna jewerannya. “bukan gitu.. iya deh maaf. Kalau ada PR lagi kita belajar bareng aja yaa…” jawabnya sambil memelukku dan dia pun membantu ku mengerjakan tugas. Iya kondisi ini sudah biasa terhadap kami berdua. Di sekolah kami di juluki duo DERA, Debi-Rara. Kami sangat berbeda 180 derajat. Debi.. sahabatku yang satu ini bisa di bilang anak terpintar di sekolah. Banyak piala yang udah dia sumbangkan ke sekolah karena prestasinya. Sedangkan aku, aku hanyalaah anak dengan otak pas-pasan tidak pernah membanggakan sekolah dan kerjaannya hanya jailin teman-teman aja.
Kriiinnngggg….. bel isstirahat berbunyi. “Ra.. kamu duluan aja ya ke kantin soalnya aku mau ke perpus dulu. Mau pre test buat persiapan cerdas cermat.” Kata Debi yang sibuk menyiapkan buku fisikanya. Tanpa jawaban aku hanya mengangguk menandakan iya. Dan Debi langsung pergi. Aku pun pergi ke kantin dan aku memesan dua  cemilan ringan dan pergi ke perpus untuk memberikannya kepada Deby. 
Brakkkk…. “aduh. Kalau jalan itu pakai kaki tapi matanya ngeliat dong jangan asal nabrak aja” jawabku  sambil berdiri dan marah dengan orang yang menabrak ku. “Sorry.. ” jawaban singkat. Dan ternyata dia adalah Andre cowok  cakep yang udah lama aku perhatikan. “oke no problem” jawabku tak mau kalah berbahasa Inggris. “Rara…’’ sapa debi dari pojok ruangan. “hai.. aku bawain makanan nih pasti laper kan” jawabku sambil berjalan mendekatinya. “Rara.. ini perpus. Kamu lupa di perpus tidak di izinkan membawa makanan” “maaf kami masih sibuk untuk persiapan lomba bisa tolong keluar” jawab Andre  yang langsung memotong pembicaraan Debi. Tanpa berbicara aku langsung pergi keluar aku marah dan rasanya kecewa. Aku merasa di usir oleh cowok yang aku taksir dan kenapa justru temanku yang mampu dekat dengannya. Debi dan Andre   adalah anak terpintar di sekolah. Dan ya beginilah kami.. aku sering  terbakar cemburu jika melihat mereka bersama.
“Rara, kamu kenapa ?” suara yang tak asing bagiku. “nggak papa kok Bi.. kenapa kesini kamu kan harus belajar buat lomba minggu depan” jawabku tersenyum sambil merangkulnya. Dia hanya diam dan tersenyum sambil sesekali menatapku dengan malu entah apa yang ada dipikirannya.  “kenapa sih senyum-senyum terus???” jawabku penasaran. “kamu suka sama Andre??” tanyanya balik. “kata siapa?? Nggak tuh.” Jawabku sambil memalingkan wajah karena aku takut wajahku ini merah merona akibat malu jika dia tau yang sebenarnya. “yakin??!! Ya udah deh buat aku aja ya Andrenya” jawabnya sambil menggodaku. “hhuufftt… iyayayaa.. tapi diam yaa… malu tau hehe” jawabku sambil  menutup mulutnya dan kami pun tertawa bersama.
Pelajaran di sekolah hari ini selesai dan seperti biasa aku pulang kerumah Debi, ya tiap malam minggu aku selalu nginap di rumahnya. Orang tua kami sudah saling kenal dan akrab. “eehhh ke kantin dulu yaa beli minuman biasa ” ajak ku padanya. “nggak !! ” jawabnya yang mengagetkanku. “ada apa sih akhir-akhir ini kamu selalu nggak mau minum yang bersoda” tanyaku padanya sambil memegang dada karena masih  kaget. “bukan gitu Ra, aku  belum haus kamu aja ya.. yaudah ayo aku temanin kamu beli ke kantin” jawabnya dengan wajah membingungkan seperti menyembunyikan sesuatu.
“Ra.. ntar  malam mau ikut jalan nggak ke pameran lukisan??” Tanya Debi padaku yang terbaring sambil main game. “boleh tuh biar ada hiburan dari pada betapa dalam rumah” jawabku dan kami pun tertawa bersama. Kami pun bersiap-siap untuk berangkat ke pameran mengendarai mobil ayah Debi.
Sesampainya di lokasi pameran dari kejauhan aku tertarik dengan satu lukisan yang menurutku begitu penuh makna. “aku kesana bentar ya..” izinku pada Debi dan langsung berlari menjauh darinya. “lukisannya bagus.. penuh makna” jawabku pada gadis kecil yang melukisnya, namun tak ada jawaban  hanya lah senyuman yang di beri aku terus mengajaknya bicara namun dia tetap  diam  hingga akhirnya terlihat jelas mengapa dia tak berbicara. Gadis pelukis ini  tuna rungu. Aku kagum dan saat itulah pertama kalinya aku menangis ketika melihat anak kecil. Bagiku dia hebat penuh kekurangan namun mampu menceritakan kehidupan melalui lukisannya. Dan saat itu juga aku ingin belajar melukis darinya.
“Ra……!!!” suara dan tepukan tepat di pundak ku yang begitu mengagetkan dan menyadarkan aku dari lamunan panjangku. “apaan sih Bi.. ya ampun kaget nih.. untung jantung aku nggak keluar” jawabku kesal sambil tetap ngelawak yag membuatnya justru tertawa. “Abisnya di panggil nggak noleh-noleh.. maaf deh.. “ jawabnya nyengir ngeledek.  “oke oke no problem..” jawabku yang bergaya bule Inggris. “duh bule sayur, mulai deh” jawabnya sambil tertawa dan kami pun tertawa bersama.
Sepanjang perjalanan pulang aku terus melamun entah mengapa anak tadi membuat ku ingin sekali pandai melukis sepertinya. “Ra kamu kenapa?? Sakit??  Tanya Deby yang membuat kedua orang tuanya ikut menoleh. “Nggak kok Bi hehe nggak papa kok om, tante.” Jawabku teersenyum. “Bi ingat nggak lukisan anak tadi??” tanya ku penasaran. “ingat , ada apa?? Lukisan anak itu tadi bercerita tentang kehidupan yang tak mudah tapi selalu ada semangat  dan pantang menyerah dalam hidupnya” jelas Debi. “kok kamu paham banget Bi” Tanya ku bingung. “Ini nih contohnya.. kepameran hanya sekedar jalan doang” jawabnya meledek. “Kan setiap lukisan tadi ada penjelasan maknanya Rara.” Lanjutnya dan aku hanya mengangguk tanda telah mengeti. Dan kami pun terus bercanda sepanjang perjalanan menuju rumah.
 Kriiiiiiiiinnnnnnnggggg…………………….. !!!! suara yang tak asing bagi kami ketika hari senin pagi. Ya itu adalah bel pertanda semua harus berkumpul untuk mengikuti upacara.  Apel pagi di sekolah hari ini sangat melelahkan cuaca yang panas menghadirkan bayangan ratusan orang dan keringat yang membasahi kain seragam dan tak lupa yang terbaring tanpa sadar atau hanya sekedar pengecut yang tak bertanggung jawab ikut larut bersemayam di dalamnya. Di sela Apel aku masih teringat oleh kepandaian anak pelukis itu. “Bi, aku mau belajar melukis.” Sahut ku di tengah apel. “serius Ra?? Nggak salah denger ni kuping??” jawabnya sambil tertawa tanpa suara dan apel selesai yang menghentikan obrolan kami.
“Ra, bener mau belajar melukis??” Tanya nya yang begitu serius. “kenapa? Mau ngetawain lagi” jawab ku ketus. “ehh maaf deh jangan marah dong kan cuma bercanda.” Jawabnya sambil memelas. “tapi beneran ya” lanjutnya yang penasaan. “iya Deby.. !!” jawabku singkat. “heemm.. gimana kalau belajar sama teman ayah ku aja. Dulu aku pernah di suruh belajar melukis tapi aku nggak suka hehe” jawabnya sambil tertawa. Dan Bu Tika masuk kelas yang menghentikan pembicaraan kami tapi aku setuju dengan usul Debi. Pulang sekolah Debi memberitau ku bahwa ayahnya sudah mengurus semuanya dan jadwal ku melukis di hari senin dan sabtu.
“Debi.. hari ini mau kan temanin  aku belajar ngelukis.. mau yaahh plisss… ” bujuk ku padanya. “iya iya pasti aku temanin kok” jawabnya tersenyum. “sahabat ku yang satu ini  memang paling baik” jawabku dengan nyengir kuda.  Sesampainya di tempat latihan kami terus tertawa karena aku masih kebingungan ingin melukis apa. “udah buruan gerakkan kuasnya” kata Debi sambil menyolekku. Dengan wajah murung dan bingung aku menatapnya. “pasti bisa kok Ra.. aku yakin melukis adalah kemampuan mu .. kamu selalu bilang aku lebih unggul dari kamu dan sekarang  buktikan kamu juga bisa aku mau lukisan pertama yang membawa mu menjadi sang juara adalah untukku.. janji yaa Raa.. ayoo semangat” ucapan Debi yang terus memberi ku semangat.
Selama ini aku selalu belajar melukis dengan giat walaupun tidak di temani oleh sahabat terbaikku. Sudah dua hari ini Debi tak pernah terlihat hadir di sekolah. Hingga akhirnya  Kedua orang tuanya datang ke sekolah memberitahukan  izin bahwa dia menjenguk neneknya yang sakit. Tapi sudah satu minggu dia tak  pernah ada di sekolah padahal pihak sekolah hanya memberikan izin maksimal tiga hari. Setiap pulang sekolah aku selalu mampir kerumahnya untuk menemuinya namun hasilnya selalu nihil. Debi dan keluarganya seakan hilang di telan bumi entah di mana keberadaan mereka. Aku sudah menanyakan pada wali kelas namun hasilnya pun sama. Satu sekolah tidak ada yang mengetahui keberadaannya dan kedua orang tuanya saat ini. Aku mulai putuh asa dan selalu termenung mengingat sahabatku itu. “Bi.. sekarang aku sudah jago ngelukis dan yang selalu aku lukis itu kamu dan kebersamaan kita yang selalu aku ingat” ucapku sambil termenung melihat photo kebersamaan kami. Semenjak Debi menghilang aku menjadi seseorang yang 180 derajat berubah drastis.. aku mulai jadi anak pendiam jarang tertawa hanya tersenyum seadanya. Kegiatan ku sehari-hari hanya terus belajar melukis karena aku ingin ketika Debi datang dia akan melihat semua hasil lukisan ku.
            “itu siapa Ra” Tanya seseorang dari belakangku ketika aku melukis di belakang kelas. “Andre. Ngapain kamu kesini dan.. tumben mau negur” tanyaku yang kaget dan langsung menutup lukisanku. “boleh lihat lukisannya” jawabnya sambil mengulurkan tangan, tanpa berbicara aku langsung menyerahkan lukisan ku dan terus menunduk karena aku sangat malu. Aku yakin dia sadar bahwa yang sedang ku lukis itu adalah dirinya. Tanpa berkomentar apapun dia hanya tersenyum dan mengembalikan lukisanku dan langsung pergi. “gilaaa yaaa… Cuma gitu doang.” Jawabku yang menggerutu.   Setiap hari  aku pulang sendirian.  Hidupku serasa sepi baru kali ini kami terpisahkan hingga tak mampu bertemu walau hanya satu detik. “teng-teng.. sms masuk tolong dibaca” dering hp yang sejenak memberhentikan langkah kakiku.  “Ra .. besok pagi mau kan ikut jalan sama aku. By Andre” ucapku membaca sms yang baru saja masuk. Dengan girangnya aku loncat-loncat di jalan dan langsuung membalas pesan Andre mengatakan bahwa aku mau di ajak jalan. Dan kami pun sepakat besok pagi jam 9 dia akan menjemputku. Tepat pukul 8.56  Pagi yang ku tunggu tiba. “duh cantiknya.. mau kemana sih pagi-pagi udah cantik aja” sapa mamaku dari pintu kamar. “mau jalan dong ma.. nggak mungkin kan ke pasar” jawabku bercanda sambil menyisir rambut. “kayaknya ada yang udah punya pacar nih” jawab mama ku sambil mengelus rambutku dan aku pun hanya mengelak dan tertawa.  “permisi…” suara yang tak asing bagiku. Aku langsung mengambil tas dan keluar kamar. “Andre, mau masuk dulu??” tanyaku. “nggak usah kita langsung aja. Tapi ada orang tua kamu? Aku mau izin dulu ngajak kamu jalan” jawabnya yang membuat ku semakin yakin dia adalah laki-laki yang baik. “iya, kalian boleh jalan.. tapi pulangnya jangan kemalaman ya” jawab mamaku yang berjalan dari dapur. “iya tante pasti. Kami pergi dulu ya tante” jawabnya sambil mengulurkan tangan untuk salaman. “hati-hati ya kalian” jawab mamaku aku pun mencium mamaku dan kami langsung pergi.  Sejenak hatiku terasa sangat bahagia seolah aku telah terlupa dengan semua kesedihan karena tak ada kabar dari sahabatku. Tapi sungguh aku tak benar-banar lupa olehnya. “Debi.. andai kamu ada disini melihat aku.. iya aku saat ini sedang jalan dengan Andre. Kamu ikut bahagiakan??” ucapku dalam hati yang tiba-tba saja air mataku menetes tanpa sadar. “Ra.. kamu pasti ingat Debi ya” Tanya Andre yang langsung memberikan ku sapu tangan. Tanpa menjawab aku hanya tersenyum.  “Selamat datang di pameran lukisan dan lomba melukis dengan tema duniaku” ucapku yang membaca spanduk tepat di depanku. “kamu mau kan ikutan lomba melukis ” jawab Andre membujuk. Awalnya aku menolak karena aku sendiri belum yakin apakah aku bisa namun akhirnya aku mau mengikutinya. Lomba di mulai semua  langsung memegang kuas dan melukis apa yang ingin mereka lukis dan aku masih terdiam kebingungan ingin melukis apa di lembar putih ini. Dan tiba-tiba hp ku berdering tanda satu sms masuk. “Rara semangat ya lomba melukisnya.. kamu pasti menang.” Pesan yang dikirm Debi ini seketika memberikan semangat bagi ku namun juga membuatku kebingungan dari mana kah dia tahu aku sedang mengikuti lomba. Namun aku langsung melukis dan ignin memenangkan lomba ini. Dan akhirnya aku menyelesikan perlombaan ini dengan menjadi juara pertama dan aku akan mendapat kursus melukis dan juga akan dikirim ke Australia. Aku sangat bangga dan pastinya bahagia dan tak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada Andre yang telah mengajak ku untuk mengikuti lomba ini dan juga kepada Debi yang telah memberi ku semangat  walau hanya lewat pesan singkat. Dan saat itu aku kembali teringat pada Debi yang akhirnya membuat ku kembali membanjiri pipiku. “Ra.. Debi pasti bahagia dengan keberhasilan kamu saat ini.. Debi pasti kembali tapi kamu harus buktikan bahwa semangat yang udah dia beri ke kamu akan selalu menjadi motivasi untuk kamu agar lebih sukses lagi” jawab Andre yang menyemangatiku sambil mengusap air mataku. Yaa… semua terus berjalan kini aku menjadi pelukis hebat yang di kenal banyak orang dan sekarang akupun telah pacaran dengan Andre dan kami merencanakan tunangan setelah lulus SMA nanti.  namun dia.. sahabatku aku belum bertemu dengannya dan menceritakan hal bahagia ini  dulu dia selalu mengatakan dia ingin melihat lukisanku menjadi sang juara..  namun sekarang  aku tak pernah tau dimana keberadaannya  “Ndree.. besok kan ultahnya Debi.. aku mau kasih kejutan buat dia, bantuin yaahhh” rayu ku pada Andre. “iya pasti aku bantuin kok tapi gimana caranya kita juga tidak tau Debi dimana” jawab Andre sambil merangkulku. “kata mamanya dia udah pulang tapi besok dia ke makam tempat neneknya di makamkan mamanya suruh kita ke makam aja” jawabku penuh semangat ingin bertemu sahabat terbaikku itu. Tanpa menjawab Andre hanya mengangguk lalu izin pergi sebentar untuk menelepon seseorang. Sikapnya membuatku merasa ada yang aneh tapi aku tak ingin berpikir curiga olehnya.  Siang ini aku bergegas untuk memberi kejutan kepada sahabatku. Andre sudah menjemputku namun kami masih menunggu kue yang kami pesan. “Raa.. gimana kalau kamu tunda aja ketemu Debi hari ini” jawab mama yang membuatku bingung.  “mama gimana sih… hari ini itu ultah Debi  dan kita tinggal menunggu orang tua Debi aja maa, masa iya sih mau di batalin.. aku udah kangen ma sama Debi” jawabku yang sedikit kesal. Orang tua Debi datang dan kami semua siap berangkat. “Rara.. kamu siap nak mau bertemu oleh Debi??” Tanya ibu Debi yang membuatku bingung. Seketika mata mama dan ibunya debi   berkaca-kaca seakan menangis. Dan Andre terdiam hanya menunduk. Aku bukan anak usia 5 tahun yang tak  mengerti dengan kondisi ini.  Aku merasa ada keanehan tapi aku tetap keukeh untuk bertemu dengan Debi. Sesampainya di pemakaman, aku menoleh kanan kiri namun tak melihat siapapun. “kemari Ra.. ikuti tante” ajak ibunya Debi.  Dan kami semua berjalan mengikuti arah langkah kaki ibunya memimpin. “ini Debi Raa..  dia pasti sedang tersenyum melihat kamu disini” jawab ibunya Debi yang langsung meneteskan air mata. Aku terdiam ketika membaca sebuah nama di batu nisan yang berada tepat di depanku. Pikiranku kacau seakan hidupku telah hilang aku mengingat semua bayangnya ketika kami bersama. Tapi semua itu hanya bayangan yang langsung membuatku terjatuh dan menangis tanpa henti. Saat itu juga hujan mengguyur kami semua aku menyuruh mereka semua pergi karena aku ingin hanya bedua dengan sahabat terbaikku ini. Aku tak pernah menyangka sms darinya ketika aku ikut lomba  adalah sms terakhir yang di kirimnya untuk ku. Aku tak pernah sadar selama ini dia sakit.. selama ini dia menghilang dariku entah kemana.. aku menyesal tak mengetahui sedikit pun tentang penyakitnya. Banyak yang ingin aku ceritakan bersama mu kawan.. terimakasih.. karena ucapanmu yang membuatku menjadi pelukis hebat.. terimakasih karena candamu sekarang aku sama Andre sudah jadian. Dan terimakasih karena berkat mu aku mengerti arti seorang sahabat yang sangat berharga.. aku belum sempat mengucapkan terimkasih untukmu… dan saat ini juga aku ingin mengatakan.. sahabatku…. Terimakasih ..  Di saat itu juga keajaiban  datang  apa yang pernah kami ucapkan terjadi  “apabila diantara kita ada yang meninggal duluan, saat itulah akan turun hujan yang menandakan kesedihanku karena kehilanganmu namun akan ada pelangi sesudahnya yang menandakan kau tersenyum melihatku agar aku juga tersenyum”  aku percaya dia sedang tersenyum seindah pelangi yang muncul dan aku pun tersenyum dan kami semua memutuskan untuk pulang. Kini semeuanya baik-baik saja karena aku sadar dia masih tersenyum dan aku juga harus tersenyum walaupun kini kami sudah berbeda alamnya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar